Minggu, 21 April 2013

EKOLOGI HEWAN



JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
MATA KULIAH  EKOLOGI HEWAN


Mata Kuliah
EKOLOGI HEWAN

Dosen Pembina
HUSAMAH, S.Pd
Program Studi
PENDIDIKAN BIOLOGI
Nama Mahasiswa dan NIM/Kelas
LATIF FITRIANTANTO
201110070311
090 / IV C









PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
APRIL 2013

PETUNJUK PENGERJAAN TAKE HOME
1.        Untuk memahami soal-soal take home ini, sebaiknya Anda berdiskusi dengan teman. Lalu kemudian, silahkan jawab sesuai dengan literatur yang Anda miliki dan sesuai dengan pemahaman masing-masing. Jawaban yang menurut dosen pembimbing memiliki tingkat kesamaan tinggi/mencurigakan maka tidak akan diproses!
2.        Setiap jawaban sebaiknya juga dilengkapi dengan literatur. Jadi, jawab dulu sesuai dengan pemahaman Anda dan dukung dengan literatur! Tuliskan literatur yang anda gunakan pada bagian akhir. Jawaban yg bersumber dari buku dan jurnal ilmiah maka akan ada nilai tambah.
3.        Perhatikan teknik penulisan, banyak sedikitnya salah ketik dan kebakuan kalimat juga menjadi penilaian!
4.        Jawaban ini juga harus di-upload di blog masing-masing. Jika Anda bisa me-linkan jawaban dengan literatur maka ada nilai tambah.



SOAL
1.        Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan  poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.

2.        Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!

3.        Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

4.        Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

5.        Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

6.        Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!






JAWABAN :

1.      Konsep waktu-suhu yang berlaku pada hewan poikilotermik sangat berguna aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian, khususnya dari golongan serangga. Jelaskan arti konsep waktu secara singkat, dan berikan contoh ulasannya terkait dengan kasus ulat bulu yang menyerbu tanaman mangga di Probolinggo Tahun 2010.

Hewan poikiloterm marupakan hewan yang berdarah dingin, hewan yang sangat bergantung pada suhu dilingkungan luarnya untuk meningkatkan suhu tubuh nya karena panas yang dihasilkan dari keseluruhan system metabolismenya. Karena bergantung dengan suhu dilingkungan luarnya sehingga peoses-proses vital di dalam tubuhnya dipengaruhi oleh perubahan-perubahan suhu lingkunganya.
Konsep waktu-suhu yang berguna pada aplikasi pengendalian hama disini adalah berhubungan dengan konsep kisaran toleransi, faktor pembatas maupun preferendum. Semua organisme hanya dapat hidup dalam kondisi lingkungan yang dapat ditoleransinya. Menurut hokum toleransi shelford : bahwa setiap organisme mempunyai kisaran minimum dan maksimum toleransi ekologi terdapat suatu faktor lingkungannya (Sukarsono.2012).  
Hewan ketika dalam kondisi lingkungan yang mendekati batas-batas kisaran toleransi akan berada pada suatu kondisi tegangan fisiologis misalnya pada kondisi suhu ekstrim yang akan menentukan keberlangsungan hidupnya (survivalitas-nya). Hewan jika dalam kondisi suhu ekstrim dingin akan menunjukkan gejala hipotemia (gejala akibat kekurangan panas) dan bila ekstim panas akan menunjukkan gejala hipertemia (gejala akibat kelebihan panas) dan apabila hewan berada pada kondisi demikian dan berlangsung lama serta tidak segera berubah kearah lebih baik, maka hewan akan segera mati. Itu artinya bahwa setiap kondisi lingkungan yang mendekati batas-batas kisaran toleransi bagi suatu individu atau populasi bahkan komunitas maka akan menjadi faktor prmbatas yang sangat menentukan bagi individu, populasi atau komunitas hewan tersebut.
Menurut Soetjipto (1993) suhu merupakan faktor lingkungan yang sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup atau kelulushidupan hewan yang paling mudah diamati atau diukur dan seringkali beroprasi sebagai faktor pembatas yang segera dapat direspon. Berbagai jenis serangga atau hewan lain yang akan merugikan atau yang disebut dengan hama pertanian merupakan salah satu jenis hewan yang laju pertumbuhannya menempati suhu yang bervariasi ternyata lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan pada suhu yang konstan. Hewan-hewan yang hidup dialam bebas yang suhu lingkungannya bervariasi, aktifitasnya akan segera mengalami gangguan bila hewan itu dalam keadaan suhu konstan atau suhu ekstrim yang melampaui batas toleransi dengan kurun waktu yang lama.
Sepertihalnya kasus pada pengendalian hama (ulat bulu) di perkebunan manga probolinggo. Diperkebunan manga itu memanfaatkan konsep kisaran toleransi maupun faktor pembatas dari faktor lingkungan yaitu suhu untuk membasmi serangga atau hewan lain yang akan merugikan dan mengganggu perkebunan khususnya apada ulat bulu. Dengan pola pengaturan suhu pada kisaran toleransi berada dalam suatu kondisi tegangan fisiologis pada hewan dengan kondisi suhu ekstrim yang menentukan keberlangsungan hidupnya.
Variasi suhu lingkungan alami dapat ditinjau dari sifatnya yang siklik (misiman atau harian) contohnya perubahan musim kemarau dan musim penghujan. Pada tahun 2010 di probolinggo mengalami peristiwa hujan yang diselingi panas, sehingga suhu nya tidak menentu dingin dan tidak menentu panas melainkan hangat, nah pada suhu inilah yang disebut suhu optimum dimana suhu optimum merupakan suhu yang paling bagus dalam kelangsungan hidup atau kelulushidupan hewan tersebut, sehingga mengalami pertumbuahn dan perkembangan yang semakin cepat dibandingan dengan suhu maksimum atau minimum. Dengan adanya suhu optimum inilah perkembang biakan ulat bulu semakin cepat dan menyerbu tanaman mangga.
                       
Sumber Pustaka:
Soetjipta, 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Depdikbud. Dirjen Dikti.
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi : Jakarta.
Sukarsono, 2012. Pengantar Ekologi Hewan (Konsep, Perilaku, Psikologi  dan Kominikasi). UMM Press : Malang


2.      Jelaskan pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas, dan kelulushidupan dalam kaitannya dengan penetapan hewan langka!


Penetapan hewan langkah dapat dilihat dari pemanfaatan konsep kelimpahan, intensitas dan prevalensi, disperse, fekunditas dan kelulushidupannya. Kelimpahan sendiri dapat diartikan sebagai keberadaan suatu organisme pada suatu wilayah dan pada waktu tertentu. Selain kelimpaha faktor lain yang berpengaruh terhadap penetapan hewan langkah yaitu Prevalensi dan Intensitas. Intensitas dapat diartikan sebagai kerapatan suatu spesies pada suatu/wilayah tertentu sedangkan prevalensi adalah frekuensi kehadiran suatu organisme pada wilayah/ ruang dan waktu tertentu. Tak hanya itu, penetapan hewan langka dapat dikaitkan juga dengan disperse dan fekunditas suatu organisme. Fekunditas adalah laju reproduksi aktual suatu organisme atau populasi yang diukur berdasarkan jumlah gamet, biji, ataupun propagula aseksual atau yang bias diartikan sebagai kemampuan untuk bereproduksi, atau konerja potensial suatu populasi. Sedangkan disperse dapat dikatakan sebagai tingkat penyebaran suatu organisme. Setiap populasi apabila telah mencapai tingkat kepadatan, kerapatan tertentu, dan dengan keterbatasan daya dukung lingkungan, akan cenderung mengalami penyebaran. Di tempat yang baru populasi akan menempati, beradaptasi, dan membentuk keseimbangan yang baru kembali. Faktor terakhir yang berpengaruh terhadap penetapan hewan langkah yaitu kelulushidupan, yang dapat diartikan sebagai ketahanan hidup. Kelulushidupan merupakan suatau faktor penting dalam perubahan ukuran popolasi seiring dengan berjalannya waktu. Kelulushidupan ini dipengaruhi oleh penyediaan pemeliharaan yang baik pada keturunannya, menghasilkan relative sedikit keturunan jika menyediaan pemeliharaan yang baik pada keturunannya maka akan bertahan kelulushidupannya dan jika menghasilkan keturunan relative banyak tetapi menyediakan sedikit atau tidak sama sekali pemeliharaan pada keturunannya maka kelulushidupannya tidak akan bertahan dengan baik.
Penetapan hewan langkah kaitannya dengan semua konsep ini adalah sesuai dengan teori Bagong dkk (1990) bahwa dalam menguraikan tipe kelangkaan yang berbeda menuliskan bahwa kelimpahan tidak hanya masalah kerapatan dalam suatu daerah yang didiami dan diberi istilah intensitas. Konsep tersebut juga harus memperhatikan tentang prevalensi suatu istilah yang artinya adalah tentang cacah dan besarnya daerah yang didiami oleh makhluk yang dimaksudkan di dalam kawasan secara keseluruhan. Istilah praperensi ini seringkali digunakan dalam epidemiology misalnya di dalam statistik mikroparasit disebut adanya prevalansi infeksi ialah proporsi atau persentasi dalam populasi hospes yang terinfeksi oleh suatu parasit spesifik. Di dalam kasus mikroparasit biasanya cacah individu parasit tidak dapat dihitung sehingga konsep prevolensi ini digunakan. Di sisi lain, tingkat infeksi sering jelas dihubungkan dengan cacah parasit yang terdapat dalam tubuh hoppes. Cacah parasit di dalam atau pada tubuh hospes disebut sebagai intesitas infeksi. Selanjutnya yang dimaksud dengan rerata intensitas infeksi adalah rerata cacah parasitper hospes di dalam suatu populasi hospes, termasuk hospes yang tidak terinfeksi.
Adapun keterkaitan dengan kelangkaan hewan adalah kelangkaan suatu hewan dapat ditinjau dari aspek kelimpahan, tepatnya intensitas (kerapatan) dan prevalensi menunjukkan jumlah atau ukuran area-area yang di tempati spesies itu atau cacah dan besarnya daerah yang dialami oleh makhluk di dalam kawasan secara keseluruhan.
Suatu spesies hewan yang prevalensinya tinggi (= prevalen) dapat lebih sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas, maka lebih sering dijumpai, sebab daerah penyebarannya luas, maka lebih mudah di jumpai dimana-mana. Berbada halnya dengan suatu spesies yang prevalensinya rendah, karena daerah penyebarannya sempit hanya dapat di jumpai pada tempat-tempat tertentu saja (= terlokalisasi).

Sumber Pustaka:
Soetjipta, 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Depdikbud. Dirjen Dikti.
Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi : Jakarta.

Susanto, pudyo. 2000. Ekologi Hewan. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi : Jakarta. 

3.      Jelaskan aplikasi konsep interaksi populasi, khususnya parasitisme dan parasitoidisme, dalam pengendalian biologis. Berikan contohnya!

Parasitisme, yaitu bentuk pemangsaan yang dilakukan oleh hewan parasit terhadap tubuh inangnya. Beberapa ciri khas parasitisme adalah tubuh parasit pada umunya jauh lebih kecil dibandingkan tubuh inangnnya, dalam jangka waktu pendek parasit tidak membunuh inangnya tetapi dalam jangka waktu panjang parasit dapat membunuh inangnya, satu ekor parasit pada umumnya hanya menyerang satu ekor inang selama hidupnya dan parasit dapat menyerang inangnya dari dalam (endoparasit) dan dapat juga menyerang dari luar (ektoparasit). Contohnya adalah pengendalian hayati hama ulat api yang sering terdapat pada daun kelapa sawit, yaitu dengan cara menggunakan virus β Nudauerelia yang efektif untuk mengendalikan hama pada saat masih berada pada fase larfa.
Parasitoidisme adalah bentuk pemangsaan yang sangat khas yang dilakukan oleh sejenis serangga terhadap jenis serangga yang lain. Dalam hal ini, serangga parasitoid meletakkan telurnya pada atau dekat dengan serangga inangnya. Ketika nanti telur itu menetas, maka larva yang terbentuk akan memakan tubuh serangga inangnya sambil menjalani pertumbuhan dan perkembangan lebih lanjut. Dengan demikian biasanya serangga inangnya sudah terbunuh sebelum atau selama parasitoid menjalani stadium kepompong. Cotohnya adalah penggunaan semut Oecophylla  yang telah digunakan untuk mengendalikan hama ulat dan kumbang oleh para petani jeruk di Cina.


Sumber Pustaka:
Anonimous. 2013. Parasitisme . online
             http://www.slideshare.net  Diakses : 14 Aril 2013

Anonimous. 2013. Parasitoidisme . online
                    http://ranikurniasih.blogspot.com  Diakses : 14 Aril 2013


4.      Nilai sikap dan karakter apa yang harus ditumbuhkan pada siswa ketika belajar konsep-konsep dalam ekologi hewan? Berikan contoh riilnya!

Sebagai ilmu ekologi saat ini konsepnya semakin banyak dibutuhkan, dan diterapkan. Konsep ekologi berperan demikian penting tidak hanya pada masa lalu, namun juga pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Mengingat hal tersebut, maka konsep-konsep serta dasar ekologi sebaiknya disebarluaskan dan disosialisasikan kepada masyarakat luas.
Dengan sangat dibutuhkan kehadiran ilmu ekologi sehingga dibutuhkan kesadaran pada manusia untuk mempelajari dan mengaplikasikan nya dalam kehidupan demi kelangsungan hidup dan pengembangan lingkungan. Dengan begitu perlu ditumbuhkan nilai sikap dan karakter saat belajar konsep-konsep dlam ekologi hewan diantaranya adalah :
a. Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan demikian diharapkan kepada siswa agar bersyukur telah diberi kelimpahan flora maupun fauna dan mampu menjaga apa yang telah di ciptakannya agar tidak terjadi kerusakan atau pun kepunahan.
b. Cinta tanah air, dengan menanamkan rasa cinta kepada tanah air diharapkan kepada siswa selalu menjaga keanekaragaman hayati yang telah dimiliki oleh negaranya dan akan menjadi suatu kebanggaan apabila generasi yang akan datang masih bisa melihat keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh negaranya.
c. Cinta terhadap alam, dengan menanamkan rasa cinta terhadap alam diharapkan kepada siswa tidak akan merusak alam dilingkungannya karena sudah ada rasa memiliki terhadap lingkungan.  
        Contoh rillnya seperti keikutsertaan siswa dalam konservasi hewan langka.


5.      Uraikan satu contoh pemanfaatan indikator hewan untuk monitoring kondisi lingkungan secara mendetail, mulai dari jenis, prinsip dan praktik pemanfaatannya!

Jaman sekarang banyak sekali pemanfaatan hewan untuk memonitoring kondisi suatu lingkungan. Contohnya adalah pemanfaatan ikan mas untuk mendeteksi suatu perairan apakah perairan itu masih baik atau tidak. Penggunaan ikan mas sebagai bioindikator karena ikan mas sangat peka terhadap perubahan kondisi suatu lingkungan. Dan selain itu ikan mas banyak di pelihara oleh masyarakat baik dikolam maupun di area persawahan yang rawan adanya pencemaran air baik itu yang di akibatkan oleh pestisida maupun limbah rumah tangga. Apabila kodisi lingkungan mengalami perubahan, ikan mas akan mengalami perubahan aktifitas pernafasan yang besarnya perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga buccal dan ofer culum. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah gerakan ofer culum yang terkena limbah cucian atau air sabun.   

Sumber Pustaka:
Anonimous. 2013. Pemanfaatan hewan untuk monitoring kondisi   lingkungan. Online
http://repository.usu.ac.id  Diakses : 14 Aril 2013



6.      Apakah manfaat pengetahuan tentang relung bagi aktivitas konservasi? Berikan salah satu contoh hewan langka, lakukan kajian tentang relungnya. (dalam satu kelas, hewan yang dikaji tidak boleh sama)!
  
Manfaatnya adalah apabila kita mengetahui relung dari hewan yang akan dikonservasi maka kita akan dengan mudah mengkonservasi hewan tersebut karena kita sudah mengetahui bagai mana kebiasaaan hewan tersebut dan apa peranan hewan tersebut didalam habitat aslinya. Dengan begitu kita tinggal menyediakan dan mempersiapkan tempat untuk konservari yang cocok bagi hewan yang akan dikonservari, apakah hewan tersebut bisa dikonservasi dengan cara eksitu atau harus dikonservasi secara insitu agar hewan yang akan di konservasi tidak setres atau mati pada saat di konservasi. Cotohnya adalah konservasi Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Owa jawa merupakanwa satu-satunya jenis kera kecil yang terdapat di pulau jawa. Owa jawa merupakan  hewan  pemakan  makanan berupa buah, daun, kuncup bunga, serangga dan  madu. Owa jawa melakukan owa jawa hidup di atas pohon dan melakukan aktifitas mencari makan dari pagi hingga sore hari. Siang harinya digunakan untuk mencari kotoran rambut di kepala antara jantan dan betina pasangannya.

Sumber Pustaka :
Ario,A dkk. 2010. Owa Jawa di Taman Nasional Gunung Gede pangrango.      Bogor. Jawa Barat. Online http//: Indonesia_2011_Owa_jawa_anton_ario.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar